Prosedur Keberatan berdasarkan UU KUP

K E B E R A T A N

UU KUP : Pasal 25, 26, 26 A

PMK : PMK 194 Tahun 2007

Perdirjen : PER-49 Tahun 2009

Hubungan

Pasal 25 (5) dan 26 A (1) UU KUP→PMK 194 Tahun 2007→PER-49 Tahun 2009

BAGIAN I: PASAL-PASAL TENTANG PROSES KEBERATAN

• Intisari pasal 25 UU KUP

1. Keberatan itu atas SKP KB

SKP KBT

SKP LB

SKP Nihil

Pot/Put oleh pihak ketiga

Untuk SKP KB dan SKP KBT, sebelum mengajukan keberatan WP wajib melunasi pajak YMHD paling sedikit sejumlah yang disetujui WP dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan. PER-49: ketentuan ini hanya berlaku untuk pengajuan keberatan atas SKP KB/SKP KBT yang berkaitan dengan SPT tahun pajak 2008 dst (karena UU No. 28 Tahun 2007 yang menerakan ketentuan ini baru berlaku mulai 1 Januari 2008).

2. Syarat pengajuan keberatan:

 Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia

 Mengemukakan jumlah pajak terutang/dipotong/dipungut/jumlah rugi menurut penghitungan WP disertai alasan yang menjadi dasar perhitungan. Dalam PER-49, poin 1 dan 2 di atas dapat dipenuhi WP dengan menggunakan formulir sebagaimana lampiran I PER ini.

 Diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal pengiriman SKP atau tanggal pot/put pajak, kecuali jika di luar kekuasaan WP

 Melunasi paling sedikit sejumlah yang disetujui dalam pembahasan akhir pemeriksaan. Dalam Per-49, pelunasan ini hanya berlaku untuk SPT tahun pajak 2008 dst.

 Satu surat keberatan diajukan untuk satu SKP/pot/put pajak

 Ditandatangani oleh WP, atau oleh kuasa WP dengan Surat Kuasa khusus

Apabila persyaratan 1, 2, 3, 4, 5, 6 di atas belum terpenuhi, WP dapat mengajukan perbaikan surat keberatan sebelum jangka waktu 3 bulan sebagaimana poin 3 terlampaui.

Dengan adanya perbaikan tersebut, tanggal penyampaian perbaikan surat keberatan adalah tanggal surat keberatan diterima. Surat keberatan yang tidak memenuhi syarat tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan SK Keberatan, dan kepada WP diberitahukan secara tertulis. Pemberitahuan secara tertulis ini mengikuti lampiran III PER-49.

3. Apabila diminta oleh WP untuk keperluan pengajuan keberatan, Dirjen Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis mengenai hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak/perhitungan rugi/pot/put pajak. PMK 194 mengatur jangka waktu pemberian keterangan tertulis tersebut paling lama 20 hari kerja (HK). PER-49 mengatur 10 HK.

4. Tanda bukti penerimaan surat keberatan:

 Penyampaian surat keberatan secara langsung → tanda penerimaan surat keberatan oleh pegawai DJP yang ditunjuk.

 Pengiriman surat keberatan melalui pos → bukti pengiriman surat.

 Pengiriman surat keberatan melalui cara lain berdasarkan PMK. PMK 194 mengatur lebih lanjut:

 Pengiriman surat keberatan melalui jasa ekspedisi/kurir → bukti pengiriman surat.

 Penyampaian surat keberatan dengan cara e-filing melalui ASP → bukti penerimaan elektronik.

5. Dalam hal WP mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana Pasal 9 ayat (3) {ayat (3) a.l. mengatur bahwa SKP KB & SKP KBT harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak diterbitkan} atau ayat (3a) {ayat (3a) a.l. mengatur bahwa WP usaha kecil dan WP di daerah tertentu dapat diberikan perpanjangan jangka waktu pelunasan menjadi paling lama 2 bulan}, atas pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan {yaitu sebesar SKP dikurangi pelunasan pendahuluan atau sebesar pot/put pajak} tertangguh sampai dengan 1 bulan sejak SK Keberatan diterbitkan.

6. Jika keberatan ditolak atau dikabulkan sebagian, WP dikenakan denda 50% x (SK Keberatan – pelunasan pendahuluan). Tetapi denda tersebut tidak dikenakan apabila WP mengajukan banding.

• Intisari pasal 26 UU KUP

Dirjen Pajak harus memberi keputusan keberatan dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, berupa:

a. Mengabulkan Seluruhnya

b. Mengabulkan Sebagian

c. Menolak

d. Menambah Besarnya Jumlah Pajak YMHD.

Lebih dari 12 bulan, keberatan dianggap dikabulkan.

• Intisari pasal 26 A UU KUP

Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya. Dalam PER-49 makna “data dan informasi” yang dikecualikan di atas diperluas menjadi “….kecuali pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain”.

• Surat Permintaan Untuk Hadir (SPUH)

SPUH tidak diatur secara eksplisit di dalam UU KUP (barangkali termasuk di dalam tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan, yang diamanatkan diatur dalam PMK, pada pasal 26 A UU KUP). SPUH diatur dalam PMK-194 sbb:

Dirjen Pajak harus menyampaikan SPUH kepada WP sebelum menerbitkan SK Keberatan. Dalam hal WP tidak hadir pada waktu yang ditentukan dalam SPUH, proses keberatan tetap diselesaikan tanpa menunggu kehadiran WP.

C a s e

Berdasarkan Pasal 3 PMK 194 Tahun 2009 dan Pasal 6 PER-49 Tahun 2009 diatur bahwa surat keberatan disampaikan oleh wajib pajak ke KPP tempat WP terdaftar.

Q : Mengapa surat keberatan disampaikan oleh WP ke Kanwil?

A : Kewenangan penyelesaian keberatan sekarang ada di Kanwil, di KPP tidak ada lagi pemrosesan keberatan. Nah, atas dasar itu mungkin ada yang langsung menyampaikan keberatan langsung ke Kanwil. Namun demikian, sesuai ketentuan seharusnya penyampaian keberatan adalah ke KPP, nantinya KPP akan meneliti, apakah surat keberatannya sudah memenuhi persyaratan formal. Kalau syarat formal sudah dipenuhi, baru diteruskan ke Kanwil. (dijawab oleh Dudi Wahyudi)

BAGIAN II: PASAL-PASAL TENTANG IMPLIKASI SK KEBERATAN

Lihat UU KUP!

Keterangan: tanda titk-titik (….) berarti simplifikasi pasal.

1) Pasal 1 angka 33

SK Pembetulan adalah Surat Keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruah penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan per-UU-an perpajakan yang terdapat dalam …., SK Keberatan.

2) Pasal 8 ayat (6)

WP dapat membetulkan SPT Tahunan yang telah disampaikan, dalam hal WP menerima …., SK Keberatan tahun pajak sebelumnya atau beberapa tahun pajak sebelumnya yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT yang akan dibetulkan tersebut, dalam jangka waktu 3 bulan setelah menerima …., SK Keberatan, dengan syarat Dirjen Pajak belum melakukan pemeriksaan.

3) Pasal 9 ayat (3) → kalau SK Keberatan memunculkan pajak YMHD

→ …., SK Keberatan harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan.

Leave a comment

Filed under KUP

[Peraturan Baru] Biaya Promosi dalam UU PPh

UU Pajak Penghasilan (UU PPh) mengamanatkan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur, salah satunya, biaya promosi yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.

Peraturan terkait
Di dalam UU PPh, biaya promosi tercantum pada pasal 6 ayat (1) huruf a angka 7:

(1) Besarnya penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:

7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Atas dasar inilah terbit PMK 02 Tahun 2010 tentang Biaya Promosi Yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto. Hierarkinya sebagai berikut:

Pasal 6 ayat (1) huruf a angka 7 UU PPh
I
PMK 02 Tahun 2010

Poin-poin ketentuan dalam PMK 02:

1. Definisi biaya promosi menurut PMK 02
Biaya promosi adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan.

2. Komponen biaya promosi
Biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah akumulasi dari:
a. biaya iklan di media
b. biaya pameran produk
c. biaya pengenalan produk baru (mungkin seperti pembagian sampel produk)
d. biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk (mungkin seperti pendanaan kegiatan festival musik)

3. Negative lists
Yang tidak termasuk biaya promosi:
a. pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas kepada pihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan penyelenggaraan kegiatan promosi
b. biaya promosi untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan yang telah dikenai pajak bersifat final.

4. Dasar biaya promosi
Biaya promosi bisa berupa pemberian sampel produk atau pengeluaran kepada pihak lain (honor kepada pendukung acara pameran, misalnya). Untuk sampel, biaya promosi dihitung berdasarkan harga pokok produk yang diberikan. Untuk imbalan ya sebesar pengeluarannya.

5. Kewajiban Memotong PPh atas pengeluaran promosi kepada pihak lain
Dalam PMK ini ditegaskan kewajiban pemotongan PPh atas imbalan yang dibayarkan kepada pihak lain, terkait dengan kegiatan promosi. Dari dudiwahyudi dot com: Contoh PPh yang wajib dipotong oleh Wajib Pajak yang berhubungan dengan biaya promosi antara lain jasa event organizer (PPh Ps. 23 atau 21).

Wajib Pajak membuat Daftar Nominatif sebagaimana dilampirkan dalam PMK atas biaya promosi yang dikeluarkan kepada pihak lain. Daftar Nominatif tersebut dilaporkan sebagai lampiran SPT PPh Badan. Sebagai gambaran, fields daftar nominatif meliputi:
1. Nama WP
2. NPWP
3. Alamat WP
4. Tahun Pajak
5. Data Penerima:
a. Nama penerima
b. NPWP
c. Alamat
d. Tanggal
e. Bentuk dan jenis biaya
f. Jumlah (Rupiah)
g. Keterangan
6. Pemotongan PPh:
a. Jumlah PPh
b. Nomor dan bukti potong

Berdasarkan hierarki peraturan perundang-undangan, ketentuan mengenai biaya promosi selesai sampai di sini. Namun, ada satu hal yang perlu juga diketahui mengenai pengisian kolom keterangan pada daftar nominatif, yang diatur dalam SE – 9/PJ/2010.

SE tersebut mengatur bahwa:
1. dalam hal biaya promosi berupa pemberian sampel, kolom keterangan pada daftar nominatif harus diisi nama dan lokasi kegiatan.
2. dalam hal biaya promosi berupa sponsorship, kolom keterangan harus diisi informasi kontrak sponsorship secara lengkap, termasuk nomor dan tanggal kontrak.
3. dalam hal biaya promosi berdasarkan suatu kontrak dan tidak berupa sponsorship, kolom keterangan harus diisi informasi kontrak secara lengkap, termasuk nomor dan tanggal kontrak.

Referensi:
UU Pajak Penghasilan
PMK 02 Tahun 2010
SE-9 Tahun 2010
Blog Pajak Indonesia

catatan:
– hanya untuk kepentingan belajar.
– tulisan ini atas nama Warung Kopi tanpa membawa institusi manapun
– Warung Kopi tidak bertanggung jawab apabila terdapat kesalahan yang mengakibatkan kerugian (salah sendiri, nyari referensi serius kok bukan dengan ikut seminar heheh)

Leave a comment

Filed under PPh

Prinsip Self Assessment

Sebelum UU No. 6 Tahun 1983 lahir, penghitungan pajak dilakukan oleh fiskus (aparat pajak). Sistem pemungutannya dikenal dengan istilah official assessment system. Perpindahan dari official assessment ke self assessment inilah yang kemudian ditandai sebagai reformasi perpajakan.

Prinsip self assessment ini tampak pada Pasal 12 UU KUP. Berikut kutipannya:

(1) Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.

(2) Jumlah pajak yang terutang menurut surat pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pada ayat (1) tampak UU KUP menghendaki Wajib Pajak bersifat aktif dalam membayar pajak. Aktif di sini berarti menghitung sendiri pajak yang terutang tanpa menunggu adanya surat ketetapan pajak.

Prinsip self assessment pada UU KUP bahkan mengandung makna bahwa hasil perhitungan WP, berapa pun itu, untuk sementara dianggap sebagai perhitungan menurut ketentuan yang berlaku, sebagaimana dinyatakan pada ayat (2).

Pasal 12 kemudian ditutup dengan ayat (3) yang berbunyi, “Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Direktur Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang.”

Ayat (3) ini berfungsi sebagai pengendali. Jadi, apabila kemudian diketahui bahwa perhitungan yang dilakukan oleh WP keliru, barulah fiskus membenarkannya. Namun, dengan aturan daluarsa pajak berjangka 5 tahun, perlu diketahui bahwa perhitungan WP dianggap benar dan sah untuk selamanya apabila dalam jangka waktu 5 tahun tidak ada pemberitahuan kesalahan perhitungan.

Sistem self assessment memindahkan beban pembuktian kepada fiskus. Wajib pajak dianggap benar sampai fiskus dapat membuktikan adanya kesalahan tersebut.

Leave a comment

Filed under KUP

Tentang Pasal 23 A UUD 1945

Pada beberapa posting ke depan tampaknya kita akan membahas tentang KUP saja dulu. Alasannya, saya ingin kita fokus di KUP sebelum mempelajari PPh.

Mari berbicara tentang dasar hukum UU KUP. Bagian “Mengingat” pada naskah UU KUP salah satunya bertuliskan pasal 23 A UUD 1945. Kita dapat melihat bahwa pasal 23 A UUD 1945 merupakan salah satu dasar hukum pembentukan UU KUP.  Pasal tersebut berbunyi, “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”. Maka dengan amanat UUD 1945 itulah dibentuk UU KUP.

Peraturan mengenai pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa harus diatur dengan Undang-Undang (UU). Berdasarkan hierarki norma hukum yang berlaku di Indonesia, UU menempati posisi nomor dua, yakni setelah UUD 1945.

Hierarki norma hukum, menurut penjelasan Kelsen, berjenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, demikian seterusnya sampai kepada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif, yaitu norma dasar (Kelsen 1945:113) Sumber: http://herlambangperdana.files.wordpress.com/2008/08/herlambang-hirarki-peraturan.pdf. Dengan menggariskan bahwa pajak diatur dengan UU, UUD 1945 hendak memastikan pemungutan pajak dikendalikan juga oleh rakyat melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Lebih lanjut, setelah perumusan peraturan pajak disetujui oleh perwakilan rakyat, maka dapat dianggap bahwa tidak ada lagi pemungutan yang bersifat memaksa dalam lingkup nasional. Maka pemungutan uang kepada rakyat di luaryang diatur dalam UU dapat digolongkan sebagai perampokan sebagaimana pepatah yang sudah lazim kita dengar: tax without law is robbery.

Leave a comment

Filed under KUP

Hukum Pajak Formil dan Materil

Peraturan pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu hukum formil dan materil.

Hukum pajak formil mengatur tentang kewajiban dan hak wajib pajak (WP), meliputi bagaimana suatu kewajiban ditunaikan, sanksi yang dikenakan apabila kewajiban tidak ditunaikan, serta hal-hal mengenai hak wajib pajak.

Hukum pajak materil mengatur tentang hal-hal substantif pemungutan pajak meliputi siapa yang dikenakan pajak (subjek pajak), atas apa ia dikenakan pajak (objek pajak), dan berapa besarnya pajak yang dikenakan (tarif pajak).

Pada pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN), hukum pajak formil dan materil terpisah. Hukum pajak formil untuk kedua jenis pajak tersebut adalah UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana diubah terakhir dengan UU No16 Tahun 2009. Artinya, kewajiban dan hak WP dalam urusan PPh dan PPN dapat kita temukan pada UU KUP.

Berbeda dengan hukum pajak formil, hukum pajak materil PPh terpisah dengan hukum pajak materil PPN.  Hukum pajak materil PPh adalah UU No. 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008, sedangkan untuk PPN adalah UU No. 8 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009.

Bagaimana dengan PBB, BPHTB, dan Bea Meterai?

Pada ketiga jenis pajak di atas, Undang-Undang yang mengaturnya berisi hukum pajak formil dan materil. Alasannya penggabungan tersebut adalah kesederhanaan ketentuan di dalamnya sehingga dapat disatukan. Sementara itu, alasan pemisahan hukum formil ketiga jenis pajak tersebut dari hukum formil PPh dan PPN adalah perbedaan ketentuan di dalamnya sehingga harus dipisahkan.

Untuk mengetahui peraturan pajak, Anda dapat berkunjung ke http://ortax.org/ortax/?mod=aturan

Jika ingin mencari UU KUP, pilih Topik = KUP dan Jenis = Undang-Undang. Klik salah satu peraturan yang keluar. Jangan kuatir peraturan tersebut sudah diperbaharui atau tidak berlaku lagi, sebab Ortax.org menyediakan menu status di bagian atas. Jika pada menu status tertera peraturan lain, berarti peraturan yang kita klik tadi sudah digantikan dengan peraturan pada menu status tersebut.

Leave a comment

Filed under KUP, PPh

Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!

1 Comment

Filed under Uncategorized